Wednesday, April 2, 2025

Khutbah Iedul Fitri 1446H : APA YANG KITA PELAJARI DARI KETAKWAAN RAMADHAN ?

KHUTBAH IEDUL FITRI 1446 H DKM SABILUL HUDA KOTA CIREBON 1 Syawwal 1446 H APA YANG TELAH KITA PELAJARI DARI KETAKWAAN RAMADHAN ? Oleh: Buya Edy Chandra, MA, CDAI (Dosen UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon / Khadim Majelis Bina Imani / Sekum PW ADDAI Jabar / Pengurus PW IKADI Jabar) الله أكبر الله أكبر الله أكبر 3x اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَي اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu Kaum Muslimin Yang Berbahagia. Pagi ini dalam jiwa kita bersatu dua perasaan sekaligus, yakni sedih dan gembira. Berakhirnya Ramadhan tentunya membuat kita bersedih, sedih bukan karena pakaian baru belum kita miliki, bukan karena makanan lebaran tidak ada atau sedih karena tidak bisa pulang kampung menemui keluarga, tapi sedih karena rasanya belum optimal kita membina diri melalui ibadah Ramadhan, karena ia terasa begitu cepat berlalu, apalagi belum tentu Ramadhan tahun depan bisa kita dapatkan lagi, oleh karena kita tidak tahu apakah umur kita masih sampai atau tidak pada Ramadhan tahun berikutnya. Meskipun demikian, kitapun amat bersyukur dan bergembira karena dengan ibadah Ramadhan yang telah kita laksanakan sebaik mungkin, mudah-mudahan bisa menjadi sebab diampuninya dosa-dosa kita dan kitapun kembali pada kesucian seperti saat baru dilahirkan oleh ibu yang tanpa dosa dan memiliki keimanan dan ketakwaan yang lebih kokoh. Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi kita Muhammad saw beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya yang setia hingga akhir nanti. Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu. Kaum Muslimin Yang Dimuliakan Allah Swt. Bulan Ramadahan baru saja berlalu, bulan yang penuh dengan keberkahan dan kemuliaan, bulan Al-Qur`an (Syahrul Qur`an) dan juga bulan pendidikan (Syahrut Tarbiyyah). Kita dididik, ditempa dan dibina dengan wasilah berbagai amal ibadah selama satu bulan penuh Ramadhan. Satu program pendidikan yang paripurna, yang tujuan pendidikannya adalah agar kita menjadi orang-orang yang bertakwa لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (agar kamu bertakwa). Demikianlah, Allah ﷻ berfirman mengenai kewajiban puasa dan tujuannya: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183) Ayat ini menunjukkan bahwa tujuan utama puasa adalah لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (agar kamu bertakwa). DI samping itu, di ayat yang lain dalam QS. Al-Baqarah: 282, Allah swt memberikan petunjuk bahwa ketakwaan adalah kunci untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat: وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ "Bertakwalah kepada Allah, maka Allah akan mengajarkan kalian." (QS. Al-Baqarah: 282) Ayat ini menunjukkan bahwa ilmu sejati bukan hanya diperoleh melalui usaha intelektual, tetapi juga merupakan karunia Allah yang diberikan kepada hamba-Nya yang bertakwa. Lantas, apakah makna dari "Allah akan mengajarkan kalian" Makna "Allah akan mengajarkan kalian" mencakup dua aspek: Allah memberikan pemahaman yang mendalam terhadap ilmu, terutama ilmu agama. Allah membimbing hati dan akal seseorang untuk memahami kebenaran dan menjauhi kesesatan. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengutip perkataan Abdullah bin Abbas RA: ابن عباس رضي الله عنهما قال: من اتقى الله علمه الله، أي جعل له نوراً يفهم به ما يلقى إليه." "Barang siapa bertakwa kepada Allah, maka Allah akan mengajarkannya, yaitu Allah memberinya cahaya yang membuatnya memahami apa yang disampaikan kepadanya." (Tafsir Ibnu Katsir) Dengan demikian, tentunya ketakwaan hasil ibadah Ramadhan akan mendorong kita menjadi pribadi muslim yang lebih terdidik, lebih terbina, dan mampu mengambil pelajaran dari rangkaian ibadah Ramadhan yang telah kita lakukan. Lantas, apa saja nilai-nilai pendidikan yang kita peroleh dari program pendidikan Ramadhan ? Apa saja pelajaran yang dapat kita petik dari rangkaian ibadah Ramadhan ? Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu Kaum Muslimin Rahimakumullah HAKIKAT TAKWA DAN NILAI PENDIDIKAN PUASA Makna Takwa Takwa dalam Islam memiliki banyak definisi dari para ulama. Berikut beberapa di antaranya: 1. Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه berkata: التَّقْوَى هِيَ الْخَوْفُ مِنَ الْجَلِيلِ، وَالْعَمَلُ بِالتَّنْزِيلِ، وَالرِّضَا بِالْقَلِيلِ، وَالِاسْتِعْدَادُ لِيَوْمِ الرَّحِيلِ "Takwa adalah takut kepada Allah Yang Maha Agung, mengamalkan wahyu-Nya, merasa cukup dengan yang sedikit, dan mempersiapkan diri untuk hari kematian." (Ibnul Mubarak, Az-Zuhd wa Ar-Raqa’iq, hlm. 206, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah) Makna: Puasa mengajarkan rasa takut kepada Allah (takwa), mempraktikkan dan mengamalkan segala perintah-Nya, merasa cukup / ridho dengan rezeki meskipun sedikit, serta senantiasa mempersiapkan bekal amal kebaikan untuk menghadapi kematian dan kehidupan akhirat. 2. Abdullah bin Mas'ud رضي الله عنه Ibnu Mas’ud رضي الله عنه berkata: أَنْ يُطَاعَ فَلَا يُعْصَى، وَأَنْ يُذْكَرَ فَلَا يُنْسَى، وَأَنْ يُشْكَرَ فَلَا يُكْفَرَ "Takwa adalah menaati Allah dan tidak bermaksiat kepada-Nya, mengingat-Nya dan tidak melupakan-Nya, serta bersyukur kepada-Nya dan tidak mengingkari nikmat-Nya." (Ibn Abi Syaibah, Mushannaf, jilid 7, hlm. 180, Dar al-Fikr) Makna: Puasa mendidik kita untuk senantiasa menaati Allah, lebih sering berdzikir mengingat-Nya, dan bersyukur atas semua nikmat-Nya. 3. Umar bin Khattab رضي الله عنه dan Ubay bin Ka’b رضي الله عنه Diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab رضي الله عنه bertanya kepada Ubay bin Ka’b رضي الله عنه tentang hakikat takwa. Ubay رضي الله عنه bertanya: "يا أمير المؤمنين، هل سلكت طريقًا ذا شوك؟" "Wahai Amirul Mukminin, pernahkah engkau melewati jalan yang penuh duri?" Umar رضي الله عنه menjawab: "نعم" "Ya, pernah." Ubay رضي الله عنه bertanya lagi: "فماذا فعلت؟" "Apa yang engkau lakukan?" Umar رضي الله عنه menjawab: "شمرت واجتهدت" "Aku berhati-hati dan berjalan dengan penuh kewaspadaan." Maka Ubay bin Ka’b رضي الله عنه berkata: "فتلك التقوى" "Itulah takwa!" ( Abu Nu‘aim, Hilyatul Auliya’, jilid 1, hlm. 225, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah) Makna: Kita belajar untuk berhati-hati dalam menjalani kehidupan agar tidak terjerumus ke dalam dosa. Puasa melatih ketakwaan dengan cara menghindari maksiat dan mengontrol hawa nafsu. 4. Imam Asy-Syibli (334 H) الشِّبْلِيُّ رحمه الله قال: "التقوى ألا يجدك الله حيث نهاك، وألا يفقدك حيث أمرك" "Takwa adalah ketika Allah tidak mendapati dirimu di tempat yang Ia larang, dan tidak kehilangan dirimu di tempat yang Ia perintahkan." (Hilyatul Auliya’, jilid 10, hlm. 141, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah 5. Imam Al-Ghazali (505 H) الغزالي رحمه الله قال: "التقوى هي اجتناب كل شيء يبعدك عن الله، وإلزام نفسك بكل شيء يقربك إليه" "Takwa adalah menjauhi segala sesuatu yang menjauhkanmu dari Allah dan mewajibkan dirimu untuk melakukan segala sesuatu yang mendekatkanmu kepada-Nya." (Ihya’ Ulumuddin, jilid 4, hlm. 120, Darul Ma‘rifah) 6. Imam Ibnu Katsir (774 H) ابن كثير رحمه الله قال: "التقوى: أن يجعل العبد بينه وبين عذاب الله وقاية بامتثال أوامره واجتناب نواهيه" "Takwa adalah seseorang menjadikan antara dirinya dan azab Allah penghalang, dengan cara menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya." (Tafsir Ibnu Katsir, jilid 1, hlm. 498, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah) 7. Imam Ibnu Qayyim (751 H) ابن القيم رحمه الله قال: "حقيقة التقوى أن تعمل بطاعة الله على نور من الله ترجو ثواب الله، وأن تترك معصية الله على نور من الله تخاف عقاب الله" "Hakikat takwa adalah menjalankan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena mengharap pahala-Nya, dan meninggalkan maksiat kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena takut akan siksa-Nya." (Madarij As-Salikin, jilid 2, hlm. 327, Dar Ibnul Jauzi) 8. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) ابن تيمية رحمه الله قال: "حقيقة التقوى أداء الواجبات وترك المحرمات" "Hakikat takwa adalah menunaikan kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan." (Majmu’ al-Fatawa, jilid 10, hlm. 631, Dar Ibn Hazm) 9. Imam Al-Jurjani (816 H) الجرجاني رحمه الله قال: "التقوى: حفظ النفس عما يُؤثِم ظاهرًا كان أو باطنًا" "Takwa adalah menjaga diri dari segala sesuatu yang dapat mendatangkan dosa, baik secara lahir maupun batin." (At-Ta‘rifat, hlm. 120, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah) Kesimpulan: Takwa adalah sikap menjaga diri dari segala bentuk dosa dan maksiat serta berusaha menjalankan perintah Allah dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Hubungan Puasa dengan Takwa Bagaimana puasa dapat membentuk ketakwaan? Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali (795 H) berkata: ابن رجب رحمه الله قال: "الصيام نصف الصبر، والصبر نصف الإيمان، فالصائم يزداد إيمانه بتقواه" "Puasa adalah setengah dari kesabaran, dan kesabaran adalah setengah dari iman. Maka orang yang berpuasa akan bertambah imannya dengan ketakwaannya." (Latha'if al-Ma‘arif, hlm. 284, Dar Ibnul Jauzi) Makna: Puasa melatih seseorang untuk bersabar, dan kesabaran adalah kunci utama ketakwaan. Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu Kaum Muslimin Rahimakumullah Lima Nilai Pendidikan dari Ketakwaan Ramadhan Lantas, apa saja nilai-nilai pendidikan yang dapat kita pelajari dari Ketakwaan Ramadhan ? Berikut ini lima Nilai Pendidikan dari Puasa Ramadhan yang yang semestinya kita peroleh setelah berpuasa Ramadhan sebulan penuh. Pertama, Puasa mendidik kita agar tidak gampang berbuat dosa. Selama ramadhan, kita telah terbiasa menajga puasa kita, tidak hanya dari yang membatalkan puasa, tetapi juga yang dapat merusak pahalanya, dari berbagai bentuk perkataan dan perbuatan yang kurang baik. Kalau kita yakin dosa sudah diampuni Allah swt, maka ibarat orang yang suka dengan kebersihan rumah dan gedung, maka ia menjaga kebersihannya. Karena itu, untuk menjaga kebersihan jiwa, mestinya kita tidak mudah berbuat dosa. Dengan demikian, jangan sampai dosa yang kita tinggalkan pada bulan Ramadhan hanya sekadar ditahan-tahan untuk selanjutnya dilakukan lagi sesudah Ramadhan berakhir dengan kualitas dan kuantitas yang lebih besar. Sebagai seorang muslim, jangan sampai kita termasuk orang yang bangga dengan dosa, apalagi kalau mati dalam keadaan bangga terhadap dosa yang dilakukan, bila ini yang terjadi, maka sangat besar resiko yang akan kita hadapi di hadapan Allah swt, Allah berfirman: إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُجْرِمِينَ Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka bisa masuk ke dalam surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan (QS Al A’raf [7]:40). Kedua, Puasa juga mendidik diri kita agar berbicara yang baik-baik Melalui puasa Ramadhan, kita telah dididik untuk meninggalkan perkataan dan perbuatan yang sia-sia. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ ”Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan yang haram, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makanan dan minuman.” (HR. Bukhari no. 1903) Karena itu, puasa telah mengajari kita agar menjauhi perkatan dan perbuatan yang sia-sia. Berbicara merupakan suatu keharusan, melalui bicara informasi bisa kita sampaikan, ilmu bisa kita ajarkan, dan gagasan bisa kita sampaikan. Tapi dengan bicara, keburukan bisa tersebar, penghinaan dan permusuhan bisa berkobar. Karena itu, tahanlah bicara dan komentar kita dan kecuali untuk sesuatu yang baik dan benar, Allah swt berfirman: وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلإِنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia (QS Al Isra [17]:53). Di dalam hadits, disebutkan bahwa bila kita hanya bicara untuk kebaikan, maka itu menjadi kunci mengalahkan godaan syaitan, karena segala sesuatu dimulai dari pembicaraan, Rasulullah saw bersabda: إِخْزَنْ لِسَانَكَ إِلاَّ مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّكَ بِذَالِكَ تَغْلِبُ الشَّيْطَانَ Simpanlah lidahmu kecuali untuk kebaikan, karena sesungguhnya dengan demikian kamu dapat mengalahkan syaitan (HR. Thabrani dan Ibnu Hibban). Ketiga, Puasa Mendidik kita untuk mengendalikan Hawa Nafsu Syahwat. Dengan puasa, kita belajar menahan diri dari pelampiasan hasrat seksual yang tidak halal. Seks itu sangat mulia karena menyangkut kelangsungan hidup manusia. Tapi, kehalalannya hanya melalui satu pintu, yakni akad nikah. Tidak lah menjadi halal hubungan seksual dengan alasan suka sama suka. Tidak pula menjadi halal dengan cara membayar, apalagi memperkosa. Ibadah puasa sudah mengajarkan kita bahwa hubungan seksual hanya boleh dilakukan kepada isteri atau suami, itupun hanya dimalam hari, Allah swt berfirman: أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu (QS Al Baqarah [2]:187) Kalau orang mau menikah, maka, didahului dengan meminang atau melamar, sesudah lamaran diterima, itu bukan berarti sudah resmi jadi suami isteri, setengah resmipun tidak. Lalu, bagaimana dengan orang menikah saja belum, melamar tidak, tapi sudah merasa seperti suami isteri?. Kalau bukan isteri atau suami, hubungan seksual itu masuk kategori zina yang sangat nista dan tercela, karenanya harus dijauhi, Allah swt berfirman: وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (QS Al Isra [17]:32) Adapun bagi yang belum menikah ataupun belum mampu menikah, Rasulullah ﷺ mengajari kita dengan sabdanya: يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ "Wahai para pemuda! Barang siapa di antara kalian mampu menikah, maka menikahlah, karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah tameng baginya." (HR. Bukhari No. 5066, Muslim No. 1400) Makna Hadits: Puasa menahan dorongan syahwat dan hawa nafsu yang berlebihan, sehingga seseorang lebih mudah menjaga diri dari maksiat. Kempat, Puasa mengajari kita untuk mencari rezeki dan makan hanya dari harta yang halal. Kita memang punya banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, memenuhinya dengan harta yang harus dicari dengan cara yang halal saja. Kita telah dididik untuk untuk tidak berlaku curang, baik sebagai pedagang, pebisnis, maupun pegawai, sehingga merugikan orang lain. Karena itu, jangan sampai yang bukan punya kita masih diklaim sebagai punya kita, apalagi sampai dicari legalitas hukumnya agar sesuatu yang tidak halal itu seolah-olah menjadi halal, padahal sekalipun hakim sudah memvonis, tetap saja harta itu bukan milik kita karena memang bukan milik kita, ini semua karena orang ke pengadilan bukan mau cari keadilan, tapi mencari pembenaran, karenanya sogok-menyogok biasa dilakukan. Karena itu, di ujung rangkaian ayat Ramadhan, Allah swt berfirman: وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui (QS Al Baqarah [2]:188). Kelima, Puasa mendidik kita untuk bersikap jujur. Puasa mengajari untuk tetap berpuasa meskipun dalam keadaan sendiri di ruang tertutup, tidak ada yang melihat. Keyakinan bahwa Allah swt selalu mengawasi membuat kita tidak mau membohongi Allah swt, diri sendiri dan orang lain. Dalam kehidupan masyarakat dan bangsa kita sekarang ini, kejujuran merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Banyak kasus di negeri kita yang tidak cepat selesai bahkan tidak selesai-selesai karena tidak ada kejujuran, orang yang bersalah sulit untuk dinyatakan bersalah karena belum bisa dibuktikan kesalahannya atau memang ditutup-tutupi, dan mencari pembuktian memerlukan waktu yang panjang, padahal kalau yang bersalah itu mengaku saja secara jujur bahwa dia bersalah, tentu dengan cepat persoalan bisa selesai. Sementara orang yang secara jujur mengaku tidak bersalah tidak perlu lagi untuk diselidiki apakah dia melakukan kesalahan atau tidak. Tapi karena kejujuran itu tidak ada, yang terjadi kemudian adalah saling curiga mencurigai bahkan tuduh menuduh yang membuat persoalan semakin rumit. Ibadah puasa telah mendidik kita untuk berlaku jujur kepada hati nurani kita yang sehat dan tajam, bila kejujuran ini tidak mewarnai kehidupan kita, maka tarbiyah (pendidikan) dari ibadah Ramadhan kita menemukan kegagalan, meskipun secara hukum ibadah puasanya tetap sah. Sebagai muslim dengan karakter yang mulia, kita tidak akan ikut-ikutan dalam dusta, orang lain yang berbohong, kita tidak akan turut serta, apalagi mencari pembenaran atas kebohongan yang dilakukan, ketika ditanya mengapa berbohong, ia menjawab: “Karena banyak orang berbohong, saya juga berbohong.” Rasulullah saw bersabda: عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَاِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى اِلَى الْبِرِّ وَاِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى اِلىَ الْجَنَّةِ .اِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَاِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى اِلَى الْفُجُوْرِ وَاِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِى اِلَى النَّارِ Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan dan kebaikan membawa ke syurga. Jauhilah dusta, karena sesungguhnya dusta itu membawa pada kedurhakaan dan sesungguhnya kedurhakaan itu akan menunjuki manusia ke neraka (HR. Bukhari). Demikianlah, 5 Nilai Pendidikan yang Utama dari Pendidikan Puasa Ramadhan. Tentu saja, masih banyak nilai-nilai pendidikan lainnya yang dapat kita gali dari Ibadah Puasa Ramadhan. Dengan demikian, harus kita sadari bahwa Ramadhan adalah bulan pendidikan dan latihan, keberhasilannya justeru tidak hanya terletak pada amaliyah Ramadhan, tapi yang sangat penting adalah bagaimana menunjukkan adanya peningkatan taqwa yang dimulai dari bulan Syawal ini. Marilah kita akhiri ibadah shalat Idul Fitri kita hari ini dengan berdoa: اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ. Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan do’a. اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ. Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pemberi ampun. Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang dzalim dan kafir. اللهُمَّ أَتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا َوزَكِّيْهَا اَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا Ya Allah, anugerahi jiwa-jiwa kami akan ketakwaan, sucikan jiwa-jiwa kami, Engkau-lah sebaik-baik Zat yang mensucikannya. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَ الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ Ya Allah, perbaikilah agama kami untuk kami, karena ia merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki dunia kami untuk kami yang ia menjadi tempat hidup kami. Perbikilah akhirat kami yang menjadi tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam setiap kebaikan dan jadikan kematian kami sebagai kebebasan bagi kami dari segala kejahatan. اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini. Ya Allah, anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan selama kami masih hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami. رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kehidupan yang baik di dunia, kehidupan yang baik di akhirat dan hindarkanlah kami dari azab neraka.

No comments:

Post a Comment