Saturday, June 20, 2009

PERKEMBANGAN SAINS ABAD 20

PERKEMBANGAN SAINS ABAD KE 20


PENDAHULUAN

Sains modern telah membawa pengaruh yang dalam pada hampir semua aspek kehidupan umat manusia. Ia telah menjadi dasar bagai teknologi dan rekayasa kehidupan yang secara fundamental telah mengubah kondisi-kondisi kehidupan di muka bumi, baik kemaslahatan yang ditimbulkannya maupun kerusakan yang dihasilkannya. Saat ini, dapat dikatakan hampir tidak ada satupun industri yang tidak memanfaatkan hasil-hasil dari sains, dan pengaruhnya dalam struktur politik dunia dapat dilihat dari perlombaan persenjataan yang semakin canggih. Lebih jauh, pengaruh sains tersebut sudah bergerak jauh, melampaui batas teknologi dan secara dramatis telah meluas ke kancah pemikiran dan kebudayaan, dimana pengaruh tersebut menuntun manusia pada terjadinya revisi mendasar atas konsepsi manusia tentang alam semesta dan relasi manusia terhadapnya.
Lompatan-lompatan besar dalam sejarah perkembangan sains banyak terjadi pada abad ke-20. Banyak teori-teori dan penemuan-penemuan sains yang dihasilkan pada abad tersebut mendorong pada revolusi sains dan paradigmanya. Sejumlah besar ilmuwan terlibat dalam kemunculan teori dan penemuan sains. Demikian pula, sejumlah negara dan kawasan memiliki kontribusi yang lebih merata bila dibandingkan dengan perkembangan sains pada abad-abad sebelumnya. Karena itu, sangatlah beralasan bila kajian tentang perkembangan sains pada abad ke-20 ini menjadi suatu keniscayaan yang mendasar. Tidak sebanding dengan luasnya topik kajian ini, dalam tulisan serba singkat ini, penulis hanya mencoba mengungkap kembali beberapa fenomena yang menyertai teori dan penemuan sains yang dihasilkan pada abad ke-20 ini. Kajian lebih mendalam dan diskusi lebih lanjut akan sangat membantu bagi upaya memahaminya lebih jauh. Untuk itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan penulis dalam upaya memahami topik kajian tersebut.


PERKEMBANGAN SAINS HAYATI (LIFE SCIENCE) ABAD KE 20

Beberapa Perkembangan Sains Hayati Abad ke-20 dapat diungkap sebagai berikut:
1. Genetika
Meskipun Hukum-hukum genetika Mendel telah ditemukan pada tahun 1866, namun hukum Mendel tersebut baru menarik perhatian orang setelah ditemukan kembali oleh tiga orang ilmuwan, yaitu Hugo De Vries (Belanda), Carl Erich Correns (Jerman) dan Erik Tschermak von Seysenegg (Austria) pada tahun 1900. Berikutnya, Walter S. Sutton dan T. Boveri secara terpisah pada 1902 mengembangkan riset tentang prilaku kromosom dalam pembelahan sel tubuh dan sel kelamin., dan mengemukakan adanya keterpautan gen (gen linkage). Istilah gen sendiri mula-mula digunakan oleh ahli genetika Denmark, Johansen pada 1906 sebagai nama bagi satuan pewarisan sifat yang dipostulatkan oleh Mendel. Menjelang 1940-an studi tentang genetika berkembang pesat dan pada waktu itu dipastikan bahwa pembawa faktor-faktor keturunan ialah kromosom dalam sel dan istilah gen digunakan untuk unit-unit pembawa faktor keturunan dalam kromosom. Pada 1940 dua orang ahli biologi Amerika, Beadle dan Tatum mengerjakan riset yang menghasilkan kesimpulan bahwa produksi suatu enzim ditentukan oleh ada tidaknya suatu gen tertentu. Dalam pekerjaannya tersebut, Beadle dan Tatum mereduksi peristiwa biologi menjadi peristiwa kimia. Pada tahun 1944 tiga orang ilmuwan Amerika, O.T. Avery, C.M. Mc. Leod dan M. Mc. Carty menunjukkan bahwa dalam bakteri pemindahan faktor keturunan dilakukan oleh DNA. Dalam penelitian mereka tersebut, ekstrak dari sel bakteri yang satu gagal men-transformasi sel bakteri lainnya kecuali jika DNA dalam ekstrak dibiarkan utuh. Eksperimen Hershey dan Chase kemudian membuktikan hal yang sama dengan menggunakan pencari jejak radioaktif (radioactive tracers). Misteri yang belum terpecahkan ketika itu adalah: bagaimanakah struktur DNA sehingga ia mampu bertugas sebagai materi genetik. Persoalan ini dijawab oleh Francis Harry Compton Crick dan koleganya James Dewey Watson berdasarkan hasil difraksi sinar-x DNA oleh Maurice Hugh Frederick Wilkins dan Rosalind Franklin. Kemudian hari, Crick, Watson, dan Wilkins mendapatkan hadiah Nobel Kedokteran pada 1962 atas penemuan ini.


2. Neo-Darwinisme
Pada tahun 1942 Julian Huxley menggabungkan teori evolusi Darwin dan genetika sebagai acuan dasar Neo-Darwinisme sistematis, yang disebutnya Sintesis Modern. Dalam hal ini mutasi dan kombinasi gen (unit hereditas) dipandang sebagai sumber utama variasi, dan keduanya mengalami proses acak yang tidak ada kaitannya dengan kebutuhan organisme. Para pendukung sintesis modern ini diantaranya adalah Ernst Mayr, Theodisius Dobzhansky dan Gaylord Simpson. Berbeda dengan Neo-Darwinisme yang telah berkembang sebelumnya, dimana perubahan evolusioner dalam dipandang sebagai hasil akumulasi bertahap dari perubahan-perubahan kecil, pada tahun 1970-an Stephen Jay Gould dan Niles Eldredge mengusulkan teori kesetimbangan bersela (punctuated equilibrium), di mana terdapat periode stabilitas yang panjang diselingi perubahan besar yang berlansung singkat. Teori ini dapat dianggap sebagai versi luas dari sintesis Neo-Darwinian. Pada perkembangan berikutnya, dalam kaitannya dengan sifat dan teori evolusi Darwin, muncul teori The Selfish Gene tentang gen yang mementingkan diri sendiri yang dikemukakan oleh Richard Dawkins pada tahun 1976 . Dawkins menggunakan istilah replikator untuk gen yang salah satu sifat paling mencoloknya adalah adanya persaingan antar replikator; dimana replikator yang paling menang akan menjadi replikator yang bertahan hidup dan terus menyelenggarakan proses replikasi yang akan menyangga kehidupan; sebuah proses yang mengingatkan pada teori seleksi alami Darwin.
3. Biokimia
Mekanisme terang gelap pada teori fotosintesis yang telah ditemukan sebelumnya oleh von Mayer (1842), baru mendapatkan penjelasan memadai setelah Cornelis van Niel meneliti bakteri fotosintesis pada tahun 1931. Kesimpulan yang diperolehnya dari penelitian ini adalah bahwa oksigen yang dibebaskan dari proses fotosintesis bukan berasal dari karbondioksida tetapi berasal dari molekul air. Teori tentang fotosintesis ini kemudian disempurnakan oleh Richard Willstatter yang mengemukakan pendapatnya bahwa energi yang diperlukan untuk mereduksi karbondioksida berasal dari cahaya matahari yang diserap zat dalam tumbuhan yang berwarna hijau, yang terdiri atas dua senyawa yang hampir sama yaitu klorofil a dan klorofil b. Ia memperoleh hadiah Nobel tahun 1915 atas hasil penelitiannya tentang klorofil, karotenoida dan antosianin serta penggunaan kromatografi partisi untuk memurnikan senyawa-senyawa tersebut. Pada tahun 1920 Otto Heinrich Warburg (Jerman) bersama ayahnya Emil Warburg melakukan penelitian tentang pengukuran energi yang dibebaskan oleh suatu reaksi fotokimia. Di samping itu, Otto Warburg juga berjasa mengidentifikasi enzim derivat besi porfirin dan enzim-enzim lain yang berperan dalam respirasi sel. Berikutnya, pada tahun 1930 Hans Fischer (Jerman) berhasil menentukan rumus struktur klorofil. Antara tahun 1946-1953 Melvin Calvin (Amerika) melakukan penelitian untuk mengetahui zat antara yang dihasilkan oleh proses fotosintesis, sebelum terbentuk molekul gula atau glukosa dengan menggunakan perunut radiokarbon.
Pada awal abad ke-20 studi tentang biokimia terutama diarahkan pada vitamin dan hormon. Kemudian dengan ditemukannya radiosiotop sebagai bahan perunut maka studi tentang fermentasi, metabolisme serta enzim dan genetika mendapat perhatian besar. Pada tahun 1912 Frederick Gowland Hopkins (Inggris) memperkenalkan konsep faktor makanan tambahan, selain makanan yang mengandung energi, dan protein atau mineral. Penelitiannya pada tahun 1906 dan 1907 menghasilkan penemuan asam amino esensial, berhasil mengisolasi triptofan dan glutation, serta melakukan penelitian mengenai asam laktat dan kaitannya dengan fungsi otot. Cassimir Funk (Polandia) menamai faktor makanan tambahan tersebut sebagai vitamin. Sebelumnya, Christian Eijkmann (Belanda) telah menemukan faktor antineuritik yang di kemudian hari dikenal dengan nama tiamin (vitamin B1). Karenanya, Hopkins dan Eijkman kemudian mendapatkan hadiah Nobel tahun 1929. Ahli biokimia lain, Richard Kuhn (Jerman) berhasil mengisolasi riboflavin (vitamin B2) yang membawanya memperoleh hadiah nobel pada tahun 1938.
Pada tahun 1907 Eduard Buchner mendapat hadiah nobel atas karyanya tentang proses fermentasi yang menghasilkan alkohol. Pada tahun 1904 Arthur Harden (Inggris) dan Young berhasil mengisolasi koenzim dari cairan ragi. Studi yang dilakukan Otto Fritz Meyerhoff (Jerman) menunjukkan bahwa koenzim yang terdapat pada proses fermentasi yang menghasilkan alkohol jugaterdapat dalam sel otot dan merupakan faktor penting dalam metabolisme karbohidrat. Bersama dengan Gustav Embden ia menjelaskan tentang penguraian gula fosfat beratom karbon 6 menjadi dua molekul beratom karbon 3, hingga menjadi asam piruvat. Rangkaian reaksi ini kemudian dinamakan jalur Embden-Meyerhoff. Berikutnya, James Batcheller Sumner (Amerika) berhasil memperoleh kristal urease pada tahun 1926. Pada tahun 1960 William H. Stein dan Stanford Moore (Amerika) berhasil untuk pertama kalinya menentukan urutan asam amino dari ribonuklease. Selanjutnya, pada tahun 1965 David C. Phillips (Inggris) berhasil pula menentukan struktur tiga dimensi dari lisozim.
Pada tahun 1937 Albert Szent-Gyorgi, seorang ahli biokimia asal Hongaria memperoleh hadiah nobel atas penemuannya mengenai proses pembakaran dalam sistem biologi dengan perhatian khusus terhadap vitamin C serta asam fumarat. Penelitian ini dilakukannya pada tahun 1930 dan ia juga berhasil mengisolasi asam askorbat (vitamin C). Di samping itu juga, ia melakukan penelitian tentang jaringan otot serta metabolisme yang terjadi serta peranan ATP sebagai sumber energi. Penelitian tentang metabolisme yang menghasilkan energi dilakukan Krebbs pada tahun 1937, yang menyatakan adanya siklus metabolisme yang terdiri atas serangkaian reaksi kimia dalam sel yaitu pada mitokondria.

PERKEMBANGAN SAINS FISIK ABAD 20
I. Dari Gravitasi ke Relativitas Khusus
Sampai dengan 300 tahun yang lalu, wajah Bumi dan peradabannya masih sangat kusam, menyedihkan bahkan menyeramkan. Buta aksara, angka kematian bayi yang sangat tinggi, usia harapan hidup yang pendek adalah beberapa yang membayangi kehidupan manusia. Perbudakan, penjajahan, penganiayaan atas sesama demi kepuasan tontonan yang menjadi bagian hiburan terjadi di bagian dunia yang justru relatif lebih beradab. Yang memiliki martabat hanyalah segelintir orang yang berada dalam istana dan memegang kekuasaan.
Dalam keadaan seperti itulah, hidup Isaac Newton (1642-1727), meletakkan dasar-dasar penalaran ilmiah dari banyak disiplin ilmu, dan mempunyai andil yang sangat besar pada perkembangan ilmu serta pemikiran filsafat.
Teori Gravitasi Newton mempersatukan teori gerakan linear lurus yang dikemukakan Galileo dengan gerakan linear dalam garis tertutup yang diajukan oleh Keppler. Hukum-hukum Mekanika Newton memberi inspirasi pada pembuatan alat-alat bantu sederhana dalam kehidupan manusia. Apalagi prinsip-prinsip mekanik Newton dipacu secara spektakuler oleh temuan mesin Uap oleh James Watt tahun 1765. Dengan dua pilar itu dunia memasuki dunia industri.
Selama dua abad para ilmuwan bersepakat bahwa Newton telah membuat garis besar system of the world. Sampai akhir abad ke-19, para ilmuwan telah memiliki gambaran komprehensif tentang bagaimana kerja dunia. Sejumlah orang besar telah menyelesaikan problem besar. Tugas penerus hanyalah mengisi detil, untuk menambah angka desimal selanjutnya.
Seabad setelah Newton, matematikawan Perancis Lagrange (1736-1813) mengungkapkan pandangannya bahwa Newton adalah Jenius terbesar yang pernah ada, kita tak dapat menemukan lebih dari satu tatanan dunia yang mantap. Aleksander Pope secara khusus membuatkan sebait puisi untuknya
Nature, natures laws lay in hid in the dark
God said, let Newton be, and all was light.
Karena merasa bisa menjelaskan segala sesuatu, fisika klasik tampaknya sudah tak punya prospek lagi. Tak ada lagi kejayaan disana. Bahkan guru Max Planck (1858 1947) sempat berujar Fisika sudah tamat riwayatnya dan sudah menjadi jalan buntu. Itulah sebabnya ia menganjurkan Planck untuk mendalami musik dan menjadi pianis konser. Tetapi Planck tetap memilih fisika dan dengan teori kuantumnya serta teori relativitas Einstein, meluluh lantakkan pondasi sistem Newtonian.
Peralihan abad membawa krisis atau revolusi dalam fisika. Kedua teori itu telah menghadirkan paradigma baru. Menurut Thomas Khun, (Smolicz, 1984) pergeseran paradigma dibarengi oleh suatu revolusi pengetahuan.
Sedemikian luasnya revolusi tersebut sehingga tampak abadi tidak tergantikan, Sistem Newton tampak menjadi seperti ilusi. Albert Eisnten memperlihatkan bahwa massa dapat dikonversi menjadi energi. Sehingga untuk Newton baru ini, Sir John Squire tergoda untuk menambahkan bait baru untuk puisi di atas.
Nature, natures laws lay in hid in the dark
God said, Let Newton be, and all was light.
It did not last: the Devil howling Ho
Let Einstein be Restore the status quo
Mengingat perkembangan ilmu pengetahuan alam pada abad ini jauh lebih kompleks dan lebih pesat daripada perkembangan dalam abad XIX, maka artikel ini hanya membahas teori yang terkenal pada abad ini yaitu Teori Relativitas Einstein, Teori Kuantum Planck, Kelistrikan, dan Radioaktivitas Becquerel.

II. Teori Relativitas Einstein.
Cohen dalam Conny Semiawan (1988) berpendapat bahwa, baik untuk ilmuwan maupun non ilmuwan, relativitas melambangkan revolusi ilmu pada abad ke-20. Teori relativitas khusus yang dirilis Einstein tahun 1905 memperlihatkan bahwa hanya gerak relatif yang dapat diamati, bergantung dari gerakan pengamatnya. Teori ini berbicara tentang hukum fisika berlaku sama untuk semua pengamat selama mereka bergerak dengan kecepatan konstan pada arah yang tetap. Misalkan seseorang berdiri di peron stasiun kereta api dan melihat seseorang menggigit rotinya dua kali di dalam gerbong kereta yang berjalan. Bagi kita yang ada di peron, kita mengatakan ia menggigit di dua tempat berbeda. Namun bagi orang-orang yang ada dalam gerbong kereta, mereka mengatakan bahwa orang tersebut menggigit rotinya ditempat yang sama. Di sinilah relativitas bekerja.
Teori relativitas khusus tidak cocok dengan teori gravitasi Newton yang menyatakan bahwa benda-benda tertarik satu sama lain dengan gaya yang bergantung pada jarak benda-benda itu. Artinya jika kita menggerakkan salah satu benda, maka seketika itu pula gaya yang bekerja akan berubah. Hal ini berarti bahwa efek gravitasi bergerak dengan kecepatan tak hingga, tidak seperti yang diperkirakan oleh teori relativitas khusus (yang menyatakan tak ada sesuatu yang bergerak lebih pesat dari kecepatan cahaya.
Konsekuensi dari teori relativitas adalah ditinggalkannya ide-ide yang berkenaan dengan ruang dan waktu mutlak dan konsep eter yang menyerap ke semua tempat, yang waktu itu dianggap sebagai medium untuk perambatan cahaya dan semua bentuk radiasi elektromagnetik lainnya.
Sepuluh tahun kemudian (1915), Einstein melengkapinya dengan Teori Relativitas Umum. Teori ini pada dasarnya berbicara tentang ruang alam semesta yang melengkung. Dalam teorinya yang baru ini, Einstein mengatakan bahwa gravitasi bukanlah merupakan gaya seperti gaya-gaya yang lainnya, namun dia menggambarkan gravitasi sebagai konsekuensi ruang-waktu yang tidak datar. Distribusi massa dan energi membuat ruang-waktu terpilin atau melengkung. Benda-benda seperti bumi tidak bergerak dalam orbit melengkung karena gaya yang disebut gravitasi, namun benda-benda itu mengikuti suatu lintasan dalam ruang melengkung.
Meskipun kedua teori itu sama-sama revolusioner, perhatian dunia lebih tertuju pada relativitas khusus karena adanya verifikasi ramalan pada teori umum, yaitu bahwa cahaya bintang yang melintas dekat matahari dibengkokkan oleh gravitasi matahari. .
Pada mulanya tidak banyak ahli fisika yang dapat menerima teori relativitas khusus. Kesukarannya terutama bersifat konseptual meskipun juga terdapat rintangan eksperimental. Sedikit demi sedikit rintangan eksperimental dapat diatasi melalui Buchener dan Huppka. Sejak 1914-1916 terus menerus ditemukan berbagai bukti eksperimental yang mendukung teori relativitas.
Selain melalui eksperimen, teorinya sendiri mengalami rekonstruksi fundamental di tangan Hermann Minkowski yang mengajarkan matematika pada Einstein. Minkowski memperkenalkan konsep kesatuan ruang-waktu empat dimensi yang menggantikan konsep terpisah dari ruang tiga dimensi dan waktu yang satu dimensi. Ia juga membuktikan bahwa dari sudut pandang relativitas bahwa teori Gravitasi Newton yang tradisional tidak adekuat. Kontribusi Minkowski diakui oleh Einstein dengan mengatakan tanpa itu, teori relativitas umum barangkali tidak akan meninggalkan popoknya.
Max Born menjumpai bahwa Teori Einstein baru dan revolusioner. Einstein memiliki keberanian untuk menantang filsafat Newton yang sudah mapan. Mengenai konsep tradisional ruang dan waktu. Ia memang mengakui kekuatan revolusi intelektual Einstein dan revolusinya di atas kertas, tetapi itu belumlah suatu revolusi dalam ilmu. Ide-ide baru dan cara berpikir yang baru itu masih harus dipelajari, diterima, diterapkan dan dijadikan basis dari keyakinan ilmuwan umumnya.
Relativitas umum adalah revolusi Einstein yang kedua. Sebuah lompatan jauh ke depan yang meninggalkan banyak ahli fisika, justru pada waktu banyak dari mereka telah memihak kepada relativitas khusus. Sampai-sampai Max Planck yang merupakan pendukung relativitas khusus yang paling bersemangat, bertanya pada Eintein, Semuanya sudah hampir beres, mengapa anda mencari masalah lain?
Einstein melakukan ini karena ia mengetahui bahwa relativitas khusus tidak lengkap, bahwa relativitas khusus tidak membahas percepatan dan gravitasi. Ide utama yang menggerakannya adalah sebuah pikiran sederhana, Jika orang jatuh bebas, ia tidak akan merasakan beratnya sendiri.
Salah satu ciri intelektual teori relativitas umum yang spektakuler adalah reduksi kekuatan-kekuatan gravitasi Newton menjadi aspek-aspek lengkungan empat dimensi ruang dan waktu. Hal ini berarti bahwa relativitas umum menyiratkan terdapatnya kekeliruan atau kekurangan esensial selama itu.
Einstein mendapatkan hadiah Nobel tahun 1921 sebagai penghargaan atas kerja kerasnya dalam bidang Fisika.

III. Listrik dan Keradioaktifan
1. Tabung Sinar Katoda Penemuan Elektron.
Perkembangan teori tentang atom pada akhir abad ke-19 adalah mengenai struktur atom itu sendiri, yaitu tentang bagaimana atom itu dibangun. Teori tentang struktur atom ini dilandasi oleh penemuan elektron serta fakta adanya zat-zat yang memancarkan sinar radioaktif.
Tahun 1859 Julius Plucker menemukan adanya sinar katoda. Yang ia temukan ketika mengalirkan arus listrik melalui tabung yang berisi gas bertekanan rendah. Ternyata ia mengamati ada sinar yang memancar dari katoda. Hittorf (1869) menemukan bahwa sinar itu dapat dibelokkan oleh medan magnet. William Crookes (1879) juga menemukan hal yang sama ketika melakukan percobaan dengan Tabung Crookes-nya. Berdasarkan penelitiannya ia menyatakan bahwa sinar katoda itu berupa partikel-partikel yang bermuatan negatif dan berkecapatan tinggi. Pendapat ini baru dapat diterima setelah ditemukannya sinar X oleh Wilhelm Rontgen.
Rontgen melakukan eksperimen dengan tabung Crookes dengan tekanan udara yang dikurangi sampai sepersejuta tekanan udara normal. Ternyata secara terduga ia mengamati bahwa kristal barium platino sianida bersinar terang. Demikian pula ternyata pelat fotografi yang tersimpan didekatnya seperti terkena cahaya. Rontgen berusaha mencari sumber cahaya yang menyebabkan dua peristiwa tadi. Ternyata cahaya tersebut datang dari tabung Crookes. Atas dasar temuannya ia mengemukakan pendapatnya bahwa sinar katoda yang terjadi dalam yang terjadi dalam tabung Crookes itu telah mengenai anoda yang terbuat dari logam dan mengakibatkan terjadinya sinar yang memancar keluar dari tabung itu. Sinar itu dinamai sinar X.
Dengan ditemukannya sinar X (1895), J.J. Thomson yang juga melakukan eksperimen dengan tabung Crookes, mengemukakan bahwa sinar katoda itu terdiri atas partikel-partikel yang amat kecil dan bermuatan listrik negarif (1897). Ia melakukan pengukuran terhadap partikel itu yang dikatakannya sebagai bagian dari semua jenis atom. Ia menyebut partikel itu sebagai corpuscles. Pengukurannya menunjukkan bahwa rasion massa dengan muatan pada partikel tersebut adalah seperseribu dari rasio massa dengan muatan ion hidrogen. Istilah Elekton untuk partikel sinar katoda diperkenalkan oleh George Johnstone Stoney. Sedangkan muatan elektron ditentukan oleh Milikan dengan percobaan tetes minyak.
2. Radioaktivitas.
Becquerel, yang berpikir bahwa sinar x harus mempunyai sesuatu dengan kilauan yang tampak dalam tabung Crookes, berusaha mencari bahan lainnya, seperti mineral dan garam, misalnya uranium, akan menunjukkan sifat-sifat yang sama. Atas petunjuk dari Henri Poincare yang menyebabkan Becquerel menegaskan bahwa terdapat hubungan antara sinar x dan fosforesensi. Ayahnya mempunyai koleksi bahan fosforesensi. Becquerel dapat dengan mudah mengambil seng sulfida seperti juga mengambil uranium nitrat. Untuk menguji gagasannya, ia membungkus pelat fotografi dengan kertas hitam agar tidak terkena sinar matahari, kemudian ia menempatkan sebuah kristal yang berfosforensensi di atas pelat tadi dan meletakkannya diluar agar terkena sinar matahari. Apabila kristal yang berfosforesensi itu memancarkan sinar yang dapat menembus kertas pembungkus dan mengenai pelat fotografi. Setelah diproses, akan terbentuk bayangan kristal. Apabila ini terjadi Becquerel dapat menyimpulkan hipotesisnya bahwa material itu memancarkan sinar X ketika berfosforesensi terbukti benar.
Ternyata keadaan diluar berawan, sinar matahari hanya sedikit. Ia menyimpan kembali kristal dan pelat fotografinya dalam laci. Kemudian ia mempersiapkan perlengkapan untuk eksperimen berikutnya. Namun ketika ia memproses pelat fotografi yang lama dan yang baru. Ternyata ia mendapatkan gambaran bayangan kristal yang berintensitas tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam keadaan gelam kristal dapat memancarkan sinar yang menembus kertas pembungkus. Dengan demikian jelaslah bahwa pancaran tersebut tidak ada hubungannya dengan sifat fosforesensi yang menjadi hiposesisnya semula. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa pancaran tersebut berasal dari uranium. Becquerel menemukan adanya sifat radioaktif pada uranium ini pada tahun 1896 dan 1903 ia memperoleh hadiah Nobel bersama Piere dan Marie Curie atas hasil penelitiannya mengenai sifat radioaktif dalam uranium.
3. Transmutasi radioaktif
Rutherford mempelajari sifat-sifat radioaktif, dan memperlihatkan bahwa salah satunya, sinar alfa, adalah sesuatu yang baru dalam sains. Sinar itu terdiri atas partikel material yang ditembakkan dengan kecepatan yang inconceivable. Di melihat bahwa atom radium melepaskan atom helium, unsur langka yang revealed matahari elalui karakter cahaya yang diemisikan, dan meninggalkan atom lainnya atom radium. Dengan kombinasi antara teknik fisika dan kimia, Rutherford dan Sody meneruskan penelitiannyanya, dan tahun 1899 1907 ditemukan seluruh keluarga transmutasi natural, dari uranium, thorium dan aktinium. Setiap unsur radioaktif mengeluarkan sinar alfa, beta dan gamma dan berubah menjadi unsur lainnya, semuanya berakhir pada unsur yang stabil, timbal. Dalam penelitian tentang proses ini menjadi nyata bahwa unsur unsur itu ternyata tidak stabil dan homogen, setiap unsur dapat mengandung sejumlah yang mirip secara kimia tetapi terbelah secara fisika dengan cara yang berbeda-beda. Inilah yang disebut dengan isotop.
IV. Teori Kuantum
Sejak masa sebelum masehi, manusia diusik oleh pertanyaan, dari bahan apa dan bagaimana dunia ini tersusun. Demokritos mengemukakan bahwa unsur-unsur tadi dapat dipecah-pecah hingga bagian terkecil yang tak mampu dipecah lagi. Demokritos menamai bagian terkecil ini dengan atom(os). Sampai abad ke-19 pengetahuan tentang atom ini tidak mengalami perkembangan sama sekali. Baru setelah ditemukan elektron oleh Thomson pada tahun 1897, dimulai usaha untuk memikirkan susunan materi terkecil ini.
Model atom roti-kismis dari Thomson mengawali suatu teori atom yang kemudian disempurnakan oleh Rutherford, karena model Thomson tidak mampu menjelaskan fenomena hamburan sinar alfa oleh lempeng emas. Model tata-surya atom Rutherford ternyata tidak dapat menjelaskan kestabilan lintasan elektron pada orbitnya yang bertentangan dengan prinsip elektrodinamika.
Menurut Ernest Rutherford, atom terdiri atas elektron-elektron yang mengitari inti bermuatan positif seperti tata surya. Di sisi lain teori elektrodinamika klasik menyebutkan bahwa elektron yang mengitari inti akan memancarkan energinya secara kontinyu dan akan bergerak spiral menuju inti. Namun hidrogen diketahui dalam keadaan stabil. Penyimpangan ini merupakan kegagalan kuantitatif terburuk dalam sejarah fisika.
Tahun 1900 Max Planck menulis makalah mengenai persamaan spektrum radiasi benda hitam, suatu fenomena yang menurut perhitungan ilmuwan fisika klasik dinamai bencana ultra violet yang akan membutakan mata yang melihat elemen tersebut. Namun prediksi klasik atas spektrum radiasi tersebut terbukti tidak benar sebab kenyataannya tidak demikian. Perumusannya mengandung asumsi yang aneh, yaitu energi yang terpancar hanya dapat berada dalam bongkahan dan bernilai tertentu. Disebut aneh karena dalam teori elektrodinamika klasik, cahaya bisa mempunyai spektrum (energi) kontinu, yakni frekuensi atau energi berapa saja. Asumsi Planck yang aneh ini kemudian terbukti berhasil. Einstein pada tahun 1905 menggunakan ide itu untuk menjelaskan efek fotolistrik.
Menurut asumsi Einstein, cahaya terdiri atas unit-unit atau kuanta yang terpisah-pisah, artinya cahaya (dan semua bentuk radiasi elektromagnetik) mempunyai struktrur korpuskular. Kuanta bukan merupakan akibat proses interaksi antara cahaya dan materi. Pada efek fotolistrik, tubrukan antara cahaya dan permukaan logam menyebabkan satu elektron dipancarkan (emitted) atau dilontarkan (rejected). Eksperimen memperlihatkan bahwa supaya satu elektron dipancarkan, suatu frekuensi minmal tertentu dibutuhkan cahaya yang menubruk itu, yang ternyata adalah ambang frekuensi yang karekteristik untuk logam tersebut.
Tahun 1913 Niels Bohr yang datang ke Inggris untuk berkerja dengan Rutherford untuk memperbaiki model Rutherford dengan mengemukakan postulatnya tentang lintasan stasioner dari elektron dan bahkan sekaligus menjelaskan fenomena radiasi dalam berbagai deret spektrum atom hidrogen. Postulat Bohr ini berkoinsiden dengan prinsip pencatuan energi dari Max Planck yang sukses digunakan untuk menjelaskan spektrum radiasi termal dan sekaligus mengawali sebuah era yang sama sekali baru, yaitu era teori kuantum.
Tahun 1923 Louis de Broglie di dalam disertasinya mengajukan hipotesis : Elektron dan partikel lainnya berperilaku seperti gelombang berdiri. Gelombang tersebut seperti getara tali gitar, dapat terjadi hanya dengan frekuensi tertentu. Ide yang tampak tak wajar ini tak segera diterima oleh para pengujinya, baru setelah Einstein memberikan opini yang mendukung akhirnya tesis tersebut diterima.
Berdasarkan tesis de Broglie, tahun 1925 Erwin Schrodinger merumuskan persamaan gelombang bagi gejala kuantum di atas. Persamaan (mekanika gelmbang) tersebut menjadi kunci utama fisika modern. Perumusan ekivalen dalam bentuk (mekanika) matriks diperoleh oleh Werner Heisenberg dalam waktu yang hampir bersamaan. Dua teori yang tampak berbeda ini sesungguhnya memberikan hasil yang sama. Dengan landasan matematis yang kokoh ini teori kuantum membuat kemajuan yang mencengangkan.
Tahun 1926 Max Born menafsirkan fungsi gelombang dalam suku probabilitas. Ketika seseorang melakukan pengukuran lokasi elektron, probabilitas mendapatkannya di setiap posisi bergantung pada fungsi gelombang di sana. Interpretasi ini mengusulkan bahwa keacakan merupakan karakteristik atau sifat fundamental alam.
Tahun 1927 Heisenberg merumuskan keacakan ini secara matematis dan dikenal dengan prinsip ketidakpastian. Prinsip ini mengatakan bahwa kuantitas fisis akan muncul berpasangan, misalnya momentum-posisi, dan tidak dapat diketahui secara tepat dalam waktu bersamaan.
Einstein yang saat itu sedang berada di puncak kejayaannya sangat tidak senang dengan keacakan tersebut dan menentang teori ini sampai akhir hayatnya. Einstein mengejek Heisenberg dengan mengatakan,” I like to believe that the moon is still there even we dont look at it.” Einstein juga berargumen bahwa Tuhan tidak sedang bermain dadu (God doesnt play dice) ketika mengatur alam semesta ini.
Di tengah perdebatan mengenai kuantum dan interpretasinya, Paul Dirac mengemukakan kuantum relativistik untuk elektron. Teori kuantum relativistik merupakan perkawinan dua konsep fisika non klasik, relativitas khusus dan kuantum. Teori ini memprediksi partikel baru kembaran elektron yang disebut positron. Teori ini terbukti benar ketika Carl Anderson menemukan partikel tersebut pada tahun 1932 ketika mengukur sinar kosmik di dalam kamar kabut di Caltech.
Dirac menunjukkan bahwa bila elektron bertumbukkan dengan prositron, keduanya akan saling meniadakan sambil membebaskan energi menurut persamaan Einstein yang terkenal, E = m.c2.
Peranan Planck sebagai inagurator jenis ilmu fisika yang sama sekali baru, diakui oleh Einstein yang mencalonkannya sebagai penerima Hadiah Nobel atas jasanya meletakkan dasar teori kuantum.
Ketika menerima Hadiah Nobel, Planck mengatakan, Ada dua kemungkinan, kuantum adalah suatu besaran fiktif dan seluruh deduksi hukum radiasi hanyalah suatu ilusi atau deduksi hukum itu berdasarkan suatu ide fisika sejati. Kemudian Planck menjelaskan bahwa bila yang terakhir benar, maka kuantum akan memainkan peranan fundamental dalam fisika.
Tentang Max Planck, Max Born menyatakan bahwa ia tidak mempunyai keraguan bahwa Teori Kuantum Planck adalah peristiwa yang sebanding dengn revolusi ilmiah yang dicetuskan Galileo dan Newton, serta Maxwell, Kejadian ketika Planck mengemukakan konsepnya yang revolusioner mengenai energi atom atau kuanta menurut Born begitu menentukan untuk perkembangan sains, sehingga dianggap sebagai titik pemisah antara ilmu fisika klasik dengan ilmu fisika modern/kuantum.
V. Theory of Everything
Einstein pernah berusaha untuk memadukan gaya-gaya alam yang telah dikenal di awal abad ke-20, yaitu elektromagnetik dan gravitasi. Namun sayang sekali ambisi ini tidak kesampaian sampai akhir hayatnya.
Pekerjaan yang telah dimulai Einstein ini tidak berlalu bergitu saja. Namun banyak yang sudah dikerjakan penerusnya. Mereka berusaha untuk dapat memadukan semua teori agung fisika diantaranya teori relativitas dan mekanika kuantum menjadi hanya sebuah teori saja. Ini adalah sebuah superteori yang disebut Theory of Everything (teori tentang segala sesuatu).
Jauh sebelumnya, orang pada zaman Newton juga telah menggunakan konsep Theory of Everything. Ketika Newton mencetuskan teorinya (teori gravitasi dan 3 hukum mekanika) pada abad ke-17, orang mengira bahwa semua gerak benda yang ada di alam dapat dijelaskan dengan hukum Newton. Walaupun hukum Newton sukses dalam menjelaskan gerak planet, tetapi ia tak mampu menjelaskan interaksi yang terdapat dalam atom. Selain itu bagaimana ruang dan waktu terbentuk tak dapat dijelaskan dalam kerangka teori itu. Dari sini orang berpendapat bahwa teori Newton tidak lengkap untuk mempresentasikan Theory of Everything.
Ketika partikel seperti elektron, proton, neutron dan neutrino ditemuka, mimpi orang tentang Theory of Everything buyar. Neutron yang tidak bermuatan listrik, ternyata dapat berinteraksi dengan proton, sehingga ada interaksi lain selain interaksi elektromagnetik. Interaksi ini dikenal kemudian sebagai interaksi kuat. Kemudian orang juga menemukan jenis interaksi lain yang disebut interaksi lemah. Sehingga interaksi yang diketahui ada 4, yaitu interaksi lemah, kuat, elektromagnetik dan gravitasi.
Dari cerita itu, masalah Theory of Everything beralih pada mencari teori perpaduan keempat interaksi di atas. Sampai saat ini, para ilmuwan telah berhasil menggabungkan interaksi lemah dan elektromagentik. Partikel perantara (W dan Z) sebagai mediator dalam teori perpaduan ini sudah dideteksi dengan menggunakan akselerator partikel di Eropa. Teori Medan Gabungan (Grand Unified Theory) berusaha untuk memadukan interaksi lemah, kuat dan elektromagnetik. Pembuktian teori medan gabungan ini antara lain berasal dari peluruhan proton. Sampai saat ini belum ada konfirmasi akhir tentang adanya peluruhan proton secara spontan.
Untuk memadukan keempat interaksi di atas, yang diyakini terjadi pada awal pembentukan jagat raya, para ilmuwan mengusulkan teori superstring. Superstring adalah teori tentang semesta dimana penyusun dasar materi dan energi bukanlah titik melainkan tali-tali super kecil (string). Tali-tali itu sedemikian reniknya sehingga bila 1033 tali dijajarkan, panjangnya hanya satu sentimeter saja. Teori ini mengambarkan semesta sepuluh dimensi dengan sembilan dimensi ruang dan satu dimensi waktu.
Teori superstring hanya akan merupakan keindahan matematis jika tak ada cara untuk mereduksi semesta sepuluh dimensi menjadi dunia nyata empat dimensi yang kita tinggali ini. Secara teoritis teori superstring dapat dijadikan kandidat sebagai Theory of Everything, walaupun begitu, secara eksperimental masih jauh dari dari kenyataan. Ada yang berpendapat bahwa : kemajuan memang terus berjalan, namun superstring ini hanyalah sebuah langkah dari langkah-langkah teramat panjang nan melelahkan untuk sampai pada sebuah super teori.
Tetapi fisika tidak akan berakhir dengan dirumuskannya Theory of Everything ini, karena Theory of Everything hanyalah sebuah teori yang berisi penjelasan dan bukan penjelasan itu sendiri. Mungkin sesuai dengan ucapan Stephen Hawking yang berbunyi, « Tuhan tidak hanya senang bermain dadu, tetapi Dia juga senang bersembunyi. »


BEBERAPA TREN DAN POLA UMUM PERKEMBANGAN SAINS ABAD KE-20

Abad ke-20 merupakan abad yang dipenuhi dengan dinamika sejarah dan kehidupan. Sejumlah peristiwa besar yang melibatkan emosi dan pengaruh kuat terjadi pada abad ini. Dalam waktu hanya sekitar 30 tahun telah terjadi dua kali perang dunia yang melibatkan berbagai negara dan kawasan. Saat inipun dunia masih dibayang-bayangi ancaman perang dunia berikutnya. Kolonialisme dan imperialisme dalam berbagai bentuknya terjadi di banyak negara pada berbagai kawasan. Sekaligus upaya kemerdekaan suatu bangsa juga terus bergejolak bahkan hingga akhir abad ini. Keseluruhan peristiwa tersebut tidak terlepas dari pengaruh perkembangan sains.
Sejalan dengan dinamika politik tersebut, berbagai teori sains dan penemuan besar dihasilkan pada abad ini. Teori Evolusi Darwin menemui bentuk setelah mendapat dukungan Neo-Darwinisme abad 20. Teori fisika klasik ditumbangkan oleh Teori Relativitas Einstein. Konsepsi tentang atom dalam pandangan fisika dan kimia klasik diruntuhkan oleh Teori Kuantum yang dibangun oleh beberapa Teori Modern. Penemuan-penemuan genetika mendorong kemajuan biologi molekuler dan menggairahkan kembali pengembangan ilmu-ilmu biologi yang semula dianggap sudah hampir selesai. Teknologi yang kemudian berkembang semakin mempercepat laju perkembangan sains dan banyak merubah cara pandang dan prilaku manusia dalam kehidupan. Penemuan-penemuan listirk dan komunikasi, teknologi transportasi dan penerbangan antariksa, informatika dan sibernetika semakin memperdekat jarak dan memperpendek waktu tempuh kehidupan. Dunia kemudian seakan terbentuk menjadi sebuah kampung besar tanpa batas-batas demografis (The Borderless World).

Beberapa Trend dan Fenomena Perkembangan Sains Abad ke-20
1. Relasi Sains & Industri: Dominasi Teknologi dalam kehidupan dan Zona Mabuk Teknologi
Sejak masa-masa revolusi industri, perkembangan sains didorong oleh kepentingan untuk pengembangan teknologi dan pemenuhan kebutuhan kehidupan yang mudah dan cepat. Penemuan-penemuan sains pada gilirannya segera diikuti dengan upaya untuk memproduksi teknologi yang berbasis penemuan sains itu secara massal. Penemuan-penemuan Thomas Alva Edison dalam hal kelistrikan, telegraf, gambar bergerak, dan perekaman suara telah mendorong berdirinya industri modern berbasis listrik. Berikutnya otomatisasi dalam berbagai bidang segera menjadi trend berikutnya. Selanjutnya, teknologi memiliki peranan dominan dalam kehidupan kontemporer, dan menjadi bagian kehidupan yang tidak bisa dilepaskan. Namun kemudian, teknologi menjadi pisau bermata dua, yang tidak hanya memberi banyak manfaat, tetapi juga dampak negatif yang sulit dihindari. Manusia kemudian seakan sulit melepaskan diri dari jeratan teknologi, dan banyak kehilangan makna dari kehidupan dan teknologi itu sendiri. John Nasibitt mengungkap fenomena tersebut sebagai Zona Mabuk Teknologi yang dilematis.
2. Monopoli dan Imperialisme
Pengembangan teknologi memungkinkan manusia melakukan ekspansi perekonomian melampaui batas-batas negara. Pemenuhan bahan baku industri dan perlunya daerah pasar bagi hasil-hasil industri menyebabkan perlunya perluasan pengaruh industri dan peran negara dalam menguasai berbagai faktor produksi. Nafsu kekuasaan turut menyelinap sehingga mendorong lahirnya monopoli dan imperialisme terhadap negara dan bangsa lain. Sebagai kelanjutan dari imperialisme yang telah berlangsung sebelumnya, imperilisme pada abad ke-20 ditopang oleh kekuatan sains dan teknologi.
3. Relasi Sains dan Industri Militer (Peperangan)
Perkembangan sains segera diikuti oleh riset-riset militer, untuk mencari kemungkinan pemanfaatan berbagai penemuan dan teori sains bagi kejayaan suatu negara dalam aspek militer. Perlombaan senjata memasuki jalur cepat dan didukung oleh para ilmuwan. Teori relativitas Einstein kemudian dikembangkan menjadi bom atom, dan digunakan pada perang dunia ke-2. Melengkapi senjata kimia dan biologis, selepas perang dingin, perlombaan senjata memasuki tahap yang lebih membahayakan dengan penemuan rudal dan nuklir.

4. Astrofisika dan Teori Penciptaan Alam Semesta
Selama berabad-abad manusia mencari jawab dari pertanyaan tentang asal-usul alam semesta. Banyak model dan teori yang telah diajukan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Sampai awal abad ke-20 model alam semesta tak terbatas masih sangat populer. Menurut model ini, alam semesta tidak memiliki awal maupun akhir. Alam semseta tidak pernah diciptakan dari tidak ada menjadi ada, tidak pula akan hancur. Menurut teori ini, yang juga menjadi dasar dari filosofi materialis, alam semesta memiliki struktur yang statis. Namun, pada tahun 1920-an terjadi lompatan besar dalam bidang astronomi. Pada tahun 1922, seorang ahli Fisika Rusia, Alexandre Friedmann menemukan bahwa alam semesta tidak memiliki struktur yang statis. Berpijak pada teori relativitas Einstein, Friedmann menghitung bahwa sebuah impuls kecil saja dapat mengakibatkan alam semesta meluas atau mengkerut. Georges Lemaitre adalah orang yang pertama menyadari pentingnya hitungan ini. Hitungan ini membawanya sampai pada kesimpulan bahwa alam semesta memiliki awal dan terus menerus mengembang semenjak permulaan sebagai akibat dari sesuatu yang telah memicunya. Dia juga menyatakan bahwa tingkat radiasi dapat digunakan sebagai ukuran akibat dari sesuatu itu. Pemikiran teoritis kedua ilmuwan tersebut, semakin penting manakala pada 1929 seorang astronom Amerika Edwin Hubble, dengan teropongnya, menemukan bahwa bintang-bintang memancarkan cahaya geser merah (red shift) tergantung pada jarak mereka. Dia menemukan bahwa cahaya bintang-bintang itu bergeser ke arah ujung merah spektrum , dan bahwa pergeseran itu berkaitan langsung dengan dengan jarak bintang-bintang dari bumi. Penemuan Hubble ini mengguncang teori steady state (keadaan tetap) dan memunculkan teori Big Bang. Penemuan-penemuan berikutnya memperkuat teori ini. Pada tahun 1948, George Gamov mengembangkan lebih jauh perhitungan Lemaitre dan menghasilkan gagasan baru mengenai alam semesta. Jika alam semesta terbentuk dalam sebuah ledakan besar yang tiba-tiba, maka harus ada sejumlah tertentu radiasi yang ditinggalkannya dari ledakan tersebut. Radiasi ini harus bisa dideteksi dan harus sama di seluruh alam semesta. Pada tahun 1965, bukti dari pengamatan dari dugaan Gamov ditemukan oleh Arno Penzias dan Robert Wilson yang menemukan sebentuk radiasi yang selama ini tidak teramati dan disebut radiasi latar belakang kosmik; radiasi ini tidak seperti apapun yang berasal dari seluruh alam semesta karena luar biasa seragam. Radiasi ini tidak dibatasi dan tersebar merata di seluruh jagat raya. Kemudian, pada tahun 1989, George Smoot dan tim NASA-nya meluncurkan sebuah satelit COBE (Cosmic background Emission Explorer) yang berhasil mendeteksi dan menegaskan tingkat radiasi yang dilaporkan oleh Penzias dan Wilson. COBE berhasil memotret sisa-sisa nyata dari Big Bang dan memaksa para ilmuwan untuk mengakui kebenaran teori Big Bang ini.
5. Penguatan Bioetika sebagai disiplin ilmu
Bioetika bermula sebagai bidang spesialisasi pada 1960-an, sebagai tanggapan atas tantangan yang belum pernah ada sebelumnya, yang diciptakan oleh kemajuan dibidang teknologi pendukung kehidupan dan teknologi reproduksi. Sebelumnya Kode Nuremberg untuk etika penelitian telah dikembangkan pada akhir Perang Dunia II sebagai tanggapan atas dilakukannya percobaan memuakkan yang menggunakan manusia sebagai kelinci percobaan yang dilakukan di Jerman pada masa Nazisme Hitler. Keberadaan bioetika ini menjadi semakin penting guna mengantisipasi perkembangan pesat biologi molekuler dan rekayasa genetika. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul seputar kloning manusia dan Proyek Genom Manusia akan menjadi lebih bermakna ketika mempertimbangkan aspek-aspek bioetika.
6. Penguatan Relasi Sains dan Agama (Spiritualisasi Sains)
Teori evolusi telah menimbulkan banyak kontroversi di kalangan agamawan sejak kemunculan buku pertamanya The Origin of Species. Sejalan dengan berkembangnya pemikiran teori evolusi Darwin tersebut, di kalangan agamawan juga muncul reaksi sistematis yang semakin menguat. Hal ini ini juga sekaligus mendorong sebagian ilmuwan menginterpretasikan peran nilai dan moral agama dalam pengembangan sains. Kajian-kajian tentang relasi sains dan agama banyak bermunculan dan menjadi kajian interdisiplin tersendiri baik di Eropa maupun Amerika. Wacana kajian ini menjadi penting mengingat agama dan sains merupakan dua di antara kekuatan-kekuatan utama yang mempengaruhi nasib sejarah kemanusiaan dulu, kini, dan masa depan. Sebab, seperti ditengarai oleh Whitehead,” Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan sejarah ditentukan oleh sikap generasi sekarang terhadap hubungan antara agama dan sains.
Diantara kajian penting dalam relasi sains dan agama ini terdapat karya penting dari Ian G. Barbour yang mencoba memetakan empat madzhab tentang hubungan sains dan agama: Konflik, Independensi, Dialog, dan Integrasi. Pemetaan yang dilakukan Barbour tersebut, meski mengandung simplifikasi, tampak cukup memadai untuk membaca lanskap isu, gagasan, usulan solusi yang terbentang dalam wacana seputar hubungan agama dan sains ini. Barbour kemudian menerapkan tipologi empat madzhab ini ke dalam disiplin–disiplin keilmuan yang sering memunculkan isu-isu krusial dalam konteks hubungan sains dan agama: evolusi, kosmologi, fisika kuantum, genetika, dan neurosains. Di kalangan ilmuwan muslim sendiri muncul arus baru islamisasi sains dan pengetahuan dalam berbagai kerangka yang beragam.

7. Penguatan Paradigma Sistemik / Holistik& Organismik dalam Sains
Penemuan beberapa teori, konsep dan temuan pokok sains mutakhir, satu per satu menumbangkan asumsi-asumsi dan prinsip-prinsip dasar pandangan dunia mekanistik-reduksionis atau yang sering disebut paradgima Cartesian-Newtonian. Enam asumsi paradigma Cartesian-Newtonian terbukti tidak lagi memadai sebagai sebuah cara pandang untuk memahami realitas. Tentu saja, masing-masing teori dan temuan sains mutakhir tidak sekaligus merubuhkan asumsi-asumsi paradigma Cartesian-Newtonian. Ada teori sains yang menolak dualisme, materialisme, dan mekanistik seperti teori kuantum; ada pula teori yang menolak berpikir linier-reduksionis seperti teori dissipative structures; dan seterusnya. Masing-masing teori/temuan sains itu menuntut, mengajukan atau menyarankan sebuah cara pandang lain agar teori/temuan itu dapat dipahami dalam skema paradigma yang dibangun. Dengan demikian, setiap teori dan temuan sains yang dikemukakan memiliki konsekuensi-konsekuensi dan implikasi filosofis yang mengarah pada rekonstruksi paradigma baru dalam sains yang bersifat holitistik. Masing-masing implikasi filosofis tersebut dapat diringkaskan seperti pada tabel berikut:

Teori / Konsep Gagasan Pokok Implikasi Filosofis
Teori Relativitas Kontinum ruang-waktu
Relativitas Umum Alam semesta yang dinamis
Primasi relasi terhadap entitas
Teori Kuantum Prinsip Ketidakpastian
Prinsip Komplementaris Cara pandang indeterminisme
Kesatuan subjek-objek
Cara pandang holistik
Teori Fisika Bootstrap Pola dan Tatanan Alam sebagai Jaringan
Dekonstruksi entitas, substansi tetap
Dissipative stuctures Self Organization
Kompleksitas Berpikir pola, tatanan
Berpikir non linier, sistemik
Jembatan sistem hidup-tak hidup
Biologi molekuler, genetika Organisme biologis
Informasi genetis
Eksistensi riil jiwa Jembatan fisika-biologi
Interaksi fikiran dan tubuh
Dua aspek dari satu proses
Teori evolusi Inner becoming, kreatif
Evolutionary design
Dialektika Acak-Design Organisme memiliki jiwa, daya hidup
Perubahan diatas implicate order
Alam kompleks, berpikir non linier
Alam selalu berproses



DAFTAR BACAAN
Ash-Shadiqi, Muhammad. 2003. Membela Tuhan: Argumen Filosofis, Teologis dan Ilmiah ( Al-Hiwār Al-Falsafy Bayn al-Ilāhiyyin wa al-Māddiyyin). Terjemahan Umar Bukhori dkk. Yogyakarta: Qirtas.
Ashford, TA. 1960. From Atoms to Stars, The Physical Science. Holt, Rinehart dan Winston Ind. New York.
Barbour, IG. 2002. Juru Bicara Tuhan (When Science Meets Religions: Enemies, Strangers, or Partners ?). Terjemahan ER. Muhammad. Bandung: Mizan
Bernal, J.D. (1981),. Science in History. Vol 3: The Natural Sciences in Our Times. Massachussets: MIT Press
Bernal, J.D. (1981),. Science in History. Vol 4: The Social Sciences: Conclusion. Massachussets: MIT Press
Capra, F. 2001. The Tao of Physics: Menyingkap Paralelisme Fisika Modern dan Mistisisme Timur (The Tao of Physics: An Exploration of the Parallels between Modern Physics and Eastern Mysticism). Terjemahan Pipiet Maizier. Yogyakarta: Jalasutra
Capra, F. 2002. Jaring-jaring Kehidupan: Visi Baru Epistemologi dan Kehidupan (The Web of Life: A New Synthesis of Mind and Matter). Cet. Ke-2. Terjemahan Saut Pasaribu. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru
Coleman, J.A. 1958. Relativity for the Layman. The New American Libraty. New York.
Djou, I.I. 2000. Revolusi Kuantum dan Milenium Baru. Kompas. 20 November 2000. Jakarta
Mason, S. F. (1965). A History of the Sciences. New York: Collier Books
Naisbitt, John, Nana Nasibitt & Douglass Philips. 2002. High Tech-High Touch: Pencarian Makna di Tengah Perkembangan Pesat Teknologi (High Tech-High Touch: Technology and Our Search for Meaning). Cet. Ke-3. Terjemahan Dian R. Basuki. Bandung: Mizan
Nasution, A.H. 1999. Pengantar Ke Filsafat Sains. Cet. ke-3. Bogor: Litera AntarNusa.
Poedjiadi, A. 1987, Sejarah dan Filsafat Sains, Depdikbud, Jakarta.
Purwanto, A. 2003, 103 Tahun Drama Kuantum, Kompas. 13 Agustus 2003. Jakarta.
Semiawan, C. dkk 1988. Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu. Remadja Karya. Bandung.
Setiawan, S. 1991. Theory of Everything. Andi Offset. Yogyakarta.
Sexton, E. 2003. Seri Posmodern: Dawkins dan The Selfish Gene (Dawkins and The Selfish Gene). Terjemahan Helmi Mustofa. Yogyakarta: Jendela.
Smolicz, J.J. 1984. The Changing Image of Science. University of the Philippinas. Quezon City.
Soemodimedjo, P dan Poedjiadi, A. (2001). Kimia dari Zaman ke Zaman. Bandung: Yayasan Cenderawasih.
Soetrisno, Edi. (tt). Buku Pintar 50 Peraih Nobel Kimia. Jakarta: Penerbit Inovasi
Surya, Yohanes. 2003. Teori Ketidakpastian Heisenberg. Kompas. 6 Juni 2003.
Utama, J.A. 2002. 100 Tahun Dirac, Si Jenius Pertapa. Kompas. 16 Agustus 2002.
Ward, Keith. 2003. Dan Tuhan Tidak Bermain Dadu (God, Chance and Necessity). Cet. Ke-3. Terjemahan Larasmoyo. Bandung: Mizan
Yahya, Harun. 2003. Penciptaan Alam Raya (The Creation of The Universe). Terjemahan Ary Nilandari. Bandung: Dzikra
Wiharjdo, Liek. 2000. Seabad Fisika Kuantum. Kompas. 11 November 2000. Jakarta.

No comments:

Post a Comment