Saturday, June 20, 2009

PROFIL GURU SEBAGAI MURABBI

GURU SEBAGAI MURABBI
Oleh: Edy Chandra, S.Si, MA
Dosen STAIN Cirebon

MUQODDIMAH
Sudah menjadi hal yang lazim bagi setiap tugas atau pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh seseorang harus adanya kesiapan dan persiapan terlebih dahulu .Sebagai contoh; membangun sebuah rumah tidak mungkin bisa terlaksana kecuali ada ahli bangunan yang memiliki pengetahuan yang lengkap tentang semua permasalahan yang terkait dengan bangunan. Demikian pula membangun Sumber Daya Manusia dengan proses pendidikan, tentunya membutuhkan guru-guru yang profesional.
Proses pendidikan merupakan pekerjaan yang sangat berat, mendidik berarti tidak hanya sekadar mengajar siswa, tetapi juga membentuk dan memformatnya agar memiliki kepribadian yang paripurna, termasuk diantaranya dengan menekan potensi negatif dan mengembangkan potensi positif pada dirinya.
Mendidik berarti berinteraksi dengan siswa sebagai manusia yang memiliki banyak dimensi dan permasalahan yang kompleks. Orang yang berinteraksi dengan makhluk selain manusa dengan mudah dapat menundukkan dan mengendalikannya namun berinteraksi dengan manusia tidak dapat disamakan dengan berinteraksi dengan binatang atau makhluk lainnya. Oleh karena itu tidak semua orang dapat mendidik, bahkan orang yang sudah memiliki pemahaman yang bagus, latar belakang keilmuan yang yang memadai, kemampuan berbicara dan kemampuan berdialog yang baik sekalipun belum cukup untuk menjadi pendidik yang sukses.
Dalam khazanah peradaban Islam, pendidikan lebih dikenal dalam terminologi Tarbiyah. Adapun para pendidiknya dikenal dengan sebutan Murabbi. Mengingat mentarbiah manusia bukan pekerjaan yang ringan maka guru sebagai murabbi dituntut untuk terus melakukan peningkatan kualitas diri agar menjadi murabbi, pendidik yang profesional.
PENGERTIAN TARBIYAH
Pengertian Tarbiyah secara bahasa adalah Tansyi`ah (pembentukan), Ri`ayah (pemeliharaan), Tanmiyah (pengembangan), dan Taujih (pengarahan). Dalam penerapannya, penggunaan sarana dan metoda pendidikan harus memperhatikan empat hal diatas sebagai langkah-langkah praktis untuk sampai pada tujuan strategis yaitu terbentuknya pribadi muslim da`i atau muslim shalih mushlih.

DEFINISI MURABBI
Murabbi adalah orang yang melaksanakan proses tarbiyah terhadap mutarabbi (peserta didik), dengan fokus kerjanya pada pembentukan pribadi muslim yang shalih dan muslih, yang memperhatikan aspek pemeliharaan[ar-ria’yah], pengembangan [at-tanmiyah] dan pengarahan[at-taujih] serta pemberdayaan[at-tauzhif].

FUNGSI MURABBI DI DALAM AL-QUR’AN
Di dalam al-Qur’an banyak ayat yang menjelaskan fungsi murabbi, seperti di dalam surat Al-Baqarah ayat 151, Ali Imran ayat 164 dan Al-Jumu’ah ayat 2. Di dalam surat Al-Baqarah ayat 151 Allah SWT berfirman;

Artinya;
‘‘Sebagaimana Kami telah utus kepada kamu seorang rasul[Muhammad] membacakan kepadamu ayat-ayat Kami, membersihkan jiwa-jiwa kamu, mengajarkan kepada kamu al-kitab dan al-hikmah dan mengajarkan kepada kamu apa-apa yang kamu belum mengetahuinya”.

Di dalam ayat ini ada 3 poin penting yaitu;
1. Rasul diutus kepada ummatnya sebagai murabbi[kama arsalna fikum rosulan minkum]
2. Rasul dalam melaksanakan fungsi tarbiyah dibekali manhaj dan penguasaannya yang benar dan utuh. [yatlu ‘alaikum ayatina]
3. Proses tarbiyah yang dilakukan Rasul memperhatikan 3 aspek penting yaitu;
a. Mensucikan jiwa[wayuzakkikum] agar terbentuknya ruhiah ma’nawiyah [mentalitas spiritual].
b. Mengajarkan ilmu[wayu’allimukumul kitaba walhikmata] agar terbentuknya fikriyah tsaqofiyah [wawasan intelektual]
c. Mengajarkan cara beramal [wayu’allimukum maa lam takunu ta’lamun] agar terbentuknya amaliah harokiah[amal dan harokah].

Jika kita perhatikan ayat di atas tazkiyatun nafs [pembersihan jiwa] menjadi skala prioritas dalam proses tarbiyah sebelum memberikan wawasan intelektualitas dan berbagai aktivitas, karena perubahan dan perbaikan manusia harus dimulai dari perubahan dan perbaikan jiwa sebagaimana. firman Allah dalam surat Ar-Ra’d ayat 11.
Artinya;
“sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga kaum itu merubah keadaan dirinya’’.
walapun demikian, guru sebagai murabbi tidak boleh mengabaikan sisi-sisi yang lainnya yaitu sisi intelektualitas dan aktivitas secara seimbang dan berkesinambungan.

GURU SEBAGAI MURABBI

1. Tansyi`ah (pembentukan)
Dalam proses tansyi`ah harus memperhatikan tiga sisi penting yaitu :
a. Pembentukan Ruhiyah Ma`nawiyah.
Pembentukan ruhiyah ma’nawiyah dapat dilakukan dengan pembiasaan dan pembentukan mentalitas yang baik. Termasuk dalam hal ini adalah pembiasaan dan monitoring terhadap kebiasaan ubudiyah siswa. Begitu pula pembiasaan terhadap akhlak-akhlak yang asasiyah seperti kejujuran dan toleransi.

b. Pembentukan Fikriyah Tsaqofiyah.
Pembentukan fikriyah tsaqafiyah dapat dilakukan dengan pembentukan kecintaan terhadap ilmu, sehingga siswa senantiasa terdorong untuk meningkatkan wawasan. Kecintaan terhadap ilmu akan mendorong siswa untuk menumbuhkan kultur belajar sepanjang hayat.

c. Pembentukan Aspek Amaliyah
Proses tarbiyah selain bertujuan membentuk pribadi dari sisi ruhiyah ma`nawiyah dan fikriyah tsaqofiyah juga bertujuan berorientasi amaliah yang harus dilakukan secara berbarengan dan berkeseimbangan sehingga sisi ruhiyah ma`nawiyah dan fikriyah tsaqofiyah teraktualisasi dan terformulasi dalam bentuk amal nyata dan kegiatan ril serta dirasakan oleh lingkungan dan masyarakat luas.

2. Ar ri`ayah (pemeliharaan).
Kepribadian Islami yang sudah atau mulai terbentuk harus dijaga dan dipelihara ma`nawiyah, fikriyah dan amaliyahnya serta harus selalu dimutaba`ah (dikontrol) dan ditaqwim (dievaluasi) sehingga jangan sampai ada yang berkurang, menurun atau melemah. Dengan demikian kualitas dan kuantitas ibadah ritual, wawasan konseptual dan fikrah tetap terjaga dan terpelihara dengan baik.

3. At Tanmiyah (pengembangan).
Dalam proses tarbiyah, Guru sebagai Murabbi tidak boleh puas dengan apa yang ada dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, apalagi menganggap sudah sempurna. Guru yang baik adalah Murabbi yang selalu memperbaiki kekurangan dan kelemahan serta meningkatkan kualitas, berpandangan jauh kedepan, bahwa tarbiyah harus siap dan mampu menawarkan konsep perubahan dan dapat mengajukan solusi dari berbagai permasalahan ummat dan berani tampil memimpin umat. Oleh karenanya kualitas diri merupakan suatu tuntutan dan kebutuhan dalam proses tarbiyah.

4. At Taujih (pengarahan) dan At Tauzhif (Pemberdayaan).
Tarbiyah tidak hanya bertujuan untuk melahirkan manusia yang baik dan berkualitas secara pribadi namun harus mampu memberdayakan potensi dan kualitas diri untuk menjadi unsur perubah yang aktif dan produktif ( Al Muslim Ash Shalih Al Mushlih ). Sebagai Murabbi, guru dapat mengarahkan, memfungsikan dan memberdayakan potensi dan minta siswanya sesuai dengan bidang dan kapasitasnya.


FUNGSI GURU SEBAGAI MURABBI DALAM MENJALANKAN PROSES TARBIYAH
Murabbi dalam melaksanakan proses tarbiyah harus berperan sebagai ;
1. Walid [orang tua] dalam hubungan emosional.
2. Syaikh[bapak spiritual]dalam tarbiah ruhiah
3. Ustadz[guru] dalam mengajarkan ilmu
4. Shadiq[sahabat]dalam interaksi sehari-hari.
Agar fungsi-fungsi ini dapat di perankan oleh guru sebagai seorang murabbi maka guru dituntut untuk memenuhi keriteria dan sifat-sifat murabbi sukses.

KRITERIA DAN SIFAT-SIFAT MURABBI SUKSES
Diantara kriteria dan sifat-sifat murabbi sukses sebagai berikut ;
1. Memiliki ilmu.
Ilmu yang harus dimiliki seorang murabbi meliputi banyak cabang ilmu pengetahuan,diantaranya;
a. Ilmu syar’i; salahsatu tujuan tarbiyah dalam islam menjadikan manusia agar beribadah kepada Allah ibadah baru akan tercapai hanya dengan ilmu syar’i.Yang dimaksud dengan ilmu syar’i di sini tidak berarti bahwa seorang murabbi harus alim di bidang ilmu syar’i atau sepesialis di bidang ulum syar’iah akan tetapi ilmu syar’I yang harus dimiliki seorang murobbi adalah ilmu syar’i yang dengannya ia mampu membaca, serta memiliki ilmu-ilmu dasar yang kemudian ia dapat mengembangkan potensi syar’inya dengan semangat belajar.
b. Ilmu pngetahuan yang sesuai dengan kebutuhannya sebagai guru sesuai dengan situasi dan kodisi zaman dan masyarakatnya.
c. Psikologi, agar dapat memahami karakter manusia sesuai dengai usianya; anak-anak,remaja,dan orang dewasa, tentang motivasi, naluri dan potensi manusia serta membaca tulisan-tulisan dan kajian-kajian tentang kelompok masyarakat yang dibutuhkan dalam proses pendidikan. Ini tidak berarti seorang murabbi harus psikolog atau ahli di bidang ilmu pendidikan, akan tetapi yang diperlukan guru adalah dasar-dasar umum ilmu jiwa dan memiliki kemampuan memahami hasil kajian dan penelitian di bidang ini.
d. Mengetahui kesiapan, kemampuan dan potensi mutarobbi, dalam hal ini Rasul SAW. murabbi yang sangat tahu tentang kondisi, potensi, kesiapan dan kemampuan mutarabbi, sebagai contoh ketika rasul memberikan sarannya kepada Abu Dzar al-Gifari di saat ia minta jabatan kepada rasul dalam sabdanya ;
’’Wahai Abu Dzar saya lihat kamu dalam hal ini lemah,dan saya mencintai kamu seperti saya mencintai diri saya sendiri ,kamu tidak layak untuk memimpin hanya dua orang sekalipun dan tidak mampu mengelola harta milik anak yatim”.[H.R.Muslim].
e. Mengetahui lingkungan di mana mutarobbi berada/tinggal, karena lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kepribadian, pengetahuan tentang lingkungan siswa sangat penting bagi guru sebagai bahan dalam proses tarbiyah.
2. Murabbi harus lebih baik kualitasnya dari siswa; dalam proses pendidikan terjadi proses timbal balik antara guru dan siswa, terjadi proses memberi dan mengambil, menyampaikan dan menerima. Oleh karenanya guru harus berupaya meningkatkan kapasitas diri agar lebih baik dari siswanya.
3. Mampu mentransformasikan apa-apa yang dimiliki; banyak orang-orang besar yang tidak mampu memberikan dan menyampaikan apa-apa yang dimilikinya, karenanya ia tidak dapat mendidik dengan baik, walaupun memiliki kelebihan dari sisi ilmu pengetahuan, moralitas, mentalitas dan emosional, akan tetapi karena alasan tertentu mereka mereka tidak mendapatkan pengalaman lapangan khususnya di medan Tarbiyah ia hanya memiliki wawasan teoritis tidak memliki pengalaman praktis. Orang-orang seperti ini sering dijumpai di acara-acara umum seperti kajian ilmiah, seminar, dialog wawancara dan lain-lainnya mereka pandai berbicara, kuat argumentasinya dan penyampaian materinya menarik, tapi semua itu belum cukup untuk menjadikan seseorang mampu mendidik orang lain. Sering kali kita terpesona dengan orang-orang seperti itu bahkan menganggap mereka memiliki potensi tarbiyah yang paling baik tanpa melihat sisi-sisi yang lain.
4. Memiliki kemampuan manjerial [al-qudroh ‘alal idarah]; kemampuan manajerial menjadi salah satu kriteria asasi bagi murobbi. Tidak semua orang memilki kemampuan ini. Dengan kemampuan ini, guru akan dapat memanaj berbagai potensi, dan mengarahkan dengan berbagai sarana dan metoda pendidikan yang tersedia.
5. Memiliki kemampuan mengevaluasi [al-qudroh ‘alal mutaba’ah]; proses tarbiyah bersifat terus menerus dan berkesinambungan tidak cukup denan arahan-arahan sesaat dan temporer dan tarbiyah membutuhkan evaluasi yang berkesinambungan. Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya proses pendidikan maka evaluasi suatu hal yang tidak boleh diabaikan. Murobbi mengevaluasi dirinya, manhaj, sarana, media, metoda dan siswanya secara intensif dan integral.
6. Memiliki kemampuan melakukan penilaian [al-qudroh ‘alat taqwim]; penilaian merupakan proses yang tidak terpisahkan dari tarbiah itu sendiri, karenanya guru harus melakukan penilaian terhadap siswa yang tidak hanya didasari pada penguasaan ilmu, tetapi juga karakteristik prilaku dan kepribadian siswa. Hal ini sejalan dengan perkembangan dalam dunia pendidikan modern sekarang yang mengenal adanya Authentic Assessment dan penilaian holistik. Tentu saja penilaian harus dilakukan secara ilmiah dan obyektif dengan berpegang pada kaidah-kaidah taqwim yang telah baku, bukan semata kesan pribadi atau emosional.
7. Memiliki kemampuan membangun hubungan emosional [al-qudroh ‘ala bina al-‘alaqoh al-insaniah]. Hubungan antara guru dan siswa harus dilandasi kasih sayang dan cinta karena Allah. Maka murobbi yang tidak menanamkan kasih sayang dan kecintaan kedalam jiwa mutarobbinya, bisa dipastikan bahwa semua pelajaran dan pesan-pesannya yang disampaikan kepadanya akan berakhir dengan berakhirnya kata-kata dan tidak akan masuk ke dalam hati, apa lagi untuk menjadi ilmu yang mengkristal di dalam jiwa.
Allah SWT.telah mengingatkan didalam surat Ali Imron ayat 159 :
’’Maka disebabkan rahmat dari Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka ,sekiranya kamu bersikapkeras lagi berhati kasar tentulah menjauhkan diri dari sekelilingmu,karena itu maafkanlah mereka mohonkanlah ampunan bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad ,maka bertawakkallah kepada Allah sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadanya’’.

No comments:

Post a Comment